AKU BENCI IBUKU!
05.57 | Author: UD Amalia Citra Persada

Kasih ibu… kepada beta,
Tak terhingga sepanjang masa,
Hanya memberi tak harap kembali,
Bagai sang surya menyinari dunia…

            Aku benci ibuku! Entah kenapa perasaan ini selalu ada dalam hatiku. Aku benci Ibuku! Demi Tuhan! Aku menyesal kenapa harus lahir dari ibu yang bermata satu, jika aku dapat berbicara dengan Tuhan, aku ingin negosiasi ulang dengan-Nya untuk menghidupkanku dari rahim yang lain, tapi sayangnya, semua itu tak bisa.
Aku benci Ibuku! Aku juga menyesali Ayah yang mati dini, meninggalkankanku seorang diri bersama Dajjal Perempuan yang harus ku sebut Ummi. Ayah mati tanpa meninggalkan apapun untuk kami -aku dan ibu. Aku tak pernah tahu seperti apa rupa Ayahku, dan aku tak pernah mau tahu tentang hal itu. Yang aku tahu sejak kematian Ayah, ibu bekerja serabutan, mencuci pakaian tetanggga, kuli upah atau sebagainya, yang semua hasilnya ia berikan untuk makan dan biaya sekolahku.
Tapi aku tak pernah peduli, aku tetap benci Ibuku! Aku muak dengan kemiskinan ini, aku bersumpah dalam hati, jika aku lulus SD nanti, aku akan ke Jakarta, ikut Paman bekerja di sana. Bekerja apa saja, asal aku tetap bisa sekolah dan jadi kaya raya.
Aku bersumpah untuk mewujudkan sumpah tersebut!

***


             Kejadian ini terjadi sewaktu aku bersekolah dasar kelas enam semester dua di sebuah SD swasta di Kabupaten Pamekasan. Pagi itu ibu mendatangiku ke sekolah. Padahal aku sudah melarangnya sejak dulu, bahwa jangan pernah sekali – kali datang ke sekolah.
Tapi hari itu dia benar-benar datang. Dengan senyum manis mengembang ia memasuki kelasku, ditangannya ada rantang kecil berisi bekal makan siangku. Ketika ibu memasuki kelas, seluruh teman – temanku ketakutan melihat wajah ibu. Wajah ibu yang buruk rupa dan hanya memiliki satu mata. Wajahku merah padam. Aku malu luar biasa ketika ibu menghampiriku dan menyodorkan rantang kecil itu padaku,
“Nak, bekal makan siangmu ketinggalan, ini ibu antarkan”, ujarnya.
Aku menatapnya tajam, tanganku merampas rantang itu dari genggamannya, lalu membangtingnnya ke lantai hingga isinya berhamburan. Sekarang, ibu yang yang menatapku tajam, seolah-olah ia tak percaya bahwa di depannya adalah anak laki-laki yang paling di sayanginya.
Ia schok dan tak mampu berkata apa-apa. Yang ia lakukan hanyalah membereskan isi bekal yang berhamburan itu, lalu keluar dari kelas dengan wajah penuh linangan air mata, ya, air mata yang mengalir dari satu mata. Sejak saat itu aku jadi bahan olokan teman-teman sekelas, mereka mengejekku sebagai anak Dajjal,
“Wahid, ternyata benar dugaanku, kamu itu anak Dajjal” ejek Erwin cs, sontak seluruh siswa di kelas menyorakiku, tanpa terkecuali, “Wahid, anak Dajjal! Wahid, anak Dajjal!".
Aku tak bisa berbuat apa-apa, tidak ada yang berempati padaku, aku hanya bisa menangis sejadi-jadinya hingga mereka lelah mengejekku. Air mata tangis itu menyiram akar pohon kebencian dalam hatiku, pohon kebencian pada ibu yang bermata satu.

***

            Lulus SD, aku langsung hengkang ke Jakarta bersama Paman, di hari keberangkatanku, ibu raib entah kemana, ah… persetan dengannya! Untuk apa aku menunggunya? Apa aku harus sungkem pada orang yang membuat hidupku yang baru dua belas tahun ini menanggung malu?
Atau aku harus sujud di bawah kaki budukan dan kasar milik ibu? Itu tak mungkin.
Hari ini adalah hari kemerdekaanku, merdeka dari penjajahan mahluk buruk rupa bermata satu yang selama dua belas tahun ini kupanggil ibu. Aku tak ingin hari bersejarah ini ternoda oleh si mata satu itu.

Ketika aku menaiki mobil Paman, ada seseorang yang memandangiku dari kejauhan dengan air mata yang mengalir di pipinya, wajah bermata satu itu bergumam…
“Wahid… jangan pergi nak…”,
Sebuah rintihan yang tak pernan terdengar oleh telinga.

***


            Itu kejadian 20 tahun yang lalu, sekarang umurku sudah menginjak angka 33, aku telah memiliki segalanya, seorang istri yang kucintai, dua jagoan kecil belahan hati, rumah mewah, mobil mentereng dan pundit-pundi rupiah di rekeningku yang semakin menggendut.
Sekarang aku kaya raya. Menjadi seorang direktur perusahaan energi kelas nasional membuat semua mimpiku jadi nyata,
“Tuan, ada surat buat Tuan”, Satpam rumah menyodorkan sebuah amplop kepadaku.
“Dari siapa?”, tanyaku.
“Tidak tahu tuan, orang yang mengantarkan surat ini hanya menitip pesan, bahwa tuan harus datang”, Aku jadi penasaran, ku ambil amplop itu, “Ya sudah, sana kembali kerja”.
Satpam itu berlalu, kembali ke pos kerjanya di pagar rumah, aku membuka amplop itu, ternyata isinya adalah undangan reuni dari almamater SD-ku dulu, disitu tertulis, bahwa reuni ini adalah reuni terakhir sebelum sekolah itu benar – benar di ratakan.

***

            Tanpa sepengetahuan istriku, aku berangkat sendiri menghadiri reuni itu, aku ingin membuktikan pada mereka yang dulu mengejekku, bahwa yang mereka ejek sekarang adalah seorang eksekutif kaya raya. 
Ketika aku sampai di bangunan tua itu, semua mata memandangku takjub. Bagaimana tidak? Hanya aku alumni yang menunggang sedan dan mengenakan jas resmi milik para eksekutif.
“Wahid?”, seseorang menyapaku.
“Maaf, anda siapa?”, tanyaku.
“Wahid, ini aku Fajar sepupumu”.
Aku menatap orang ini dalam-dalam, Fajar? Melihat eksperesi wajahku yang tak jelas, ia langsung menghambur memelukku, aku hanya diam saja diperlakukan seperti itu, Fajar melepas pelukannya, “Wahid, aku sudah lama menunggu kesempatan ini, amanat ini harus di tunaikan, kamu harus pulang ke rumahmu sekarang”.
“Apa maksudmu?”
“Yang penting kamu harus ke rumahmu sekarang juga!” Fajar tersenyum padaku, lalu beranjak meninggalkanku. Ada apa sebenarnya? Tanpa ba-bi-bu, aku meninggalkan tempat itu, dan bergegas menuju rumah.

***

            Bangunan tua ini sedah tak bisa di sebut rumah lagi, isinya kotor penuh debu, kemana gerangan mahluk buruk rupa itu? Aku memasuki kamar ibu, kudapati kamar yang berantakan, kemana ibu? Sudah 20 tahun ku tinggalkan, ah… ibu.
Di kasur kusam tipis milik ibu, kudapati sebuah foto usang, dalam foto itu terlihat seorang laki-laki yang menggendong bayi berdiri di sebelah ranjang tempat ibu berbaring, tapi ada yang aneh… siapa laki-laki itu? Dan… siapa bayi yang digendongnya? Di balik foto itu ada sebuah tulisan, 
wahid, jika kau menemukan foto ini, bukalah laci di dalam lemari ibu…
Bergegas ku buka lemari tua tempat ibu menyimpan beberapa helai baju, ku buka laci yang dimaksud ibu, kutemukan selembar kertas berisi tulisan tangan ibu…

Kepada putraku,

Wahid, yang paling ibu sayangi.

Nak, di hari-hari terakhir hembusan nafas ibu, tiada hentinya ibu selalu berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, agar engkau anakku, selalu dalam rahmat, kasih sayang dan perlindungan Tuhan. Nak, mungkin ketika surat ini engkau baca, ibumu ini telah tiada, mungkin ibu telah di panggil Tuhan untuk selamanya…


Wahid anakku,

Ibu hanya ingin bercerita, jika kau lihat foto di atas kasur ibu, kau akan tahu rupa ayahmu, ketika kau lahir, ayah dan ibu sangat bahagia, karena kau anakku adalah cahaya diantara gelap gulitanya kehidupan dunia. Tapi sayang… kau lahir dengan satu kelainan, kau hanya memiliki satu mata…

Ayahmu pontang-panting mencari uang untuk membayar orang yang akan mendonorkan matanya kepadamu, tapi Tuhan berkehendak lain, ayahmu yang hanya kuli bangunan itu jatuh dari lantai empat tempat kerjanya dan tewas seketika…

Terdorong naluri sebagai seorang ibu, yang ingin melihat anaknya dapat melihat dengan sempurna keindahan berjuta warna ciptaan Tuhan, maka…

Ibu donorkan sebelah mata ibu untukmu.

Untukmu…
Wahid anakku…

Air mataku meleleh, merembes membasahi jas eksekutif yang selama ini aku bangga-banggakan, aku remas surat itu, tak sanggup lagi kubaca bait-bait kata yang di lantunkan ibu, sesaat terbayang wajah ibu yang tersenyum manis di sekolah waktu itu, seketika isi kepala ku kosong, gelap dan…
            Untuk pertama kalinya, dari dalam lubuk hatiku… aku merasakan rasa rindu,
            Rasa rindu padamu,
            Ibu…


Muhammad Syaifulloh 
Jakarta, 29 November 2011
entah apa yang bisa kulukiskan,
entah apa yang bisa kutuliskan,
untuk menggambar dan menceritakan
tentang kasih sayangmu,
ibu…
|
This entry was posted on 05.57 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar:

Selamat Datang Di Blog Kami Syaif AZ Madara (송 현 인) Site Jangan Lupa Datang Lagi And add-me: Syaif AZ Madara (송 현 인) foll-me: @syaifamir21