 |
S_Pict.1: Uzumaki Naruto |
NARUTO UZUMAKI
Uzumaki Naruto adalah nama
seorang tokoh fiksi dari serial anime dan manga Naruto. Ia merupakan tokoh
utama dalam serial ini. Ia digambarkan sebagai bocah berambut pirang dan
bermata biru. Di pipinya ada semacam guratan yang mirip seperti kumis milik
karakter Doraemon dalam manga Doraemon. Ia sering terlihat memakai jaket dan
celana panjang berwarna jingga. Di dahinya ada ikat kepala berwarna biru dengan
lambang desa kelahirannya.
Menurut cerita, Naruto
adalah seorang ninja dari desa Konoha (Konohagakure), sebuah desa fiktif yang
konon tersembunyi di antara rimbunnya dedaunan hutan. Sejak kecil ia ditinggal
oleh kedua orang tuanya, sehingga ia tidak pernah merasakan bagaimana kasih sayang
orang tua kepada anaknya. Dengan dukungan dari teman-teman dan guru-gurunya, Naruto
tumbuh menjadi pemuda yang ceria, optimis, dan pemberani. Masashi Kishimoto, pengarang
serial manga ini, dikutip dari wawancara terbaru dari Shonen Jump Amerika, mengatakan
bahwa kehidupannya seperti Naruto ketika dia seumuran dengannya.
10 Oktober, hari ulang tahun Naruto, adalah Hari Olahraga dan
Kesehatan ("Taiiku no hi" ) di Jepang (tempat dimana karakter ini
dibuat), hari libur yang penuh dengan aktivitas olahraga dan fisik yang cocok
untuk anak hiperaktif. Tetapi, hari itu dipindahkan ke Senin kedua bulan
Oktober pada tahun 1999.
Kata naruto bisa berarti "Badai
Guntur", dan naruto juga bisa berarti potongan stik kamaboko dengan bentuk
pusaran air di tengah yang biasanya ada di mie ramen (makanan favorit naruto). Orang
Jepang biasa menyebut itu sebagai singkatan dari iklan (@).
Nama "Uzumaki" sendiri
ialah "pusaran" atau "spiral" sederhana (渦巻), sedangkan
"Uzumaki" sendiri berarti pusaran atau spiral tiga dimensi, seperti
pusaran air atau pusat pusaran. Lambang desa Konoha digambarkan dengan anak
panah yang disambungkan ke sebuah spiral, segel di perutnya adalah spiral, simbol
di belakang punggung jaketnya ialah spiral, salah satu serangannya bernama
Rasengan, yang berarti "Putaran Spiral". "Uzumaki" juga
bisa berarti "pusaran air", yang merujuk kepada Pusaran Air Naruto (鳴門の渦潮) yang
berada di kota
Naruto.
Dalam cerita digambarkan
bahwa Naruto adalah ninja yang ceria, hiperaktif, kikuk, dan tidak tahu malu. Naruto
kurang memiliki kecakapan dalam bertarung. Dia juga sebenarnya tidak memiliki
ilmu yang tinggi dan sering bertindak gegabah. Dalam bertarung ia sering
melawan musuh tanpa pemikiran panjang. Namun seiring dengan perjalanan yang
dilaluinya, dia mulai mendapatkan pengalaman-pengalaman baru yang memberikannya
pengetahuan tentang taktik serta tehnik bertarung yang baik. Naruto juga
memiliki cakra (tenaga dalam) dengan jumlah yang sangat banyak dalam dirinya, karena
di dalam tubuhnya bersemayam kyuubi, rubah berekor sembilan yang berkekuatan
besar. Dia mempelajari bagaimana cara mengontrol cakra kyuubi yang merupakan suatu
cakra yang sangat besar dari Sannin (Tiga ninja legendaris) asal Konoha yang
bernama Jiraiya.
 |
S_Pict. 2: Kyubi / Siluman Rubah Ekor 9 |
Dua belas tahun sebelum
Naruto lulus dari akademi ninja, monster yang berbentuk rubah berekor sembilan,
Kyuubi, meneror desa Konohagakure. Minato Namikaze (ayah Naruto) yang bergelar
Hokage ke-4 yang saat itu memimpin desa Konoha, mengurung dan menyegel si Rubah
Ekor Sembilan ke dalam tubuh Naruto yang saat itu masih bayi. Tak lama kemudian,
Hokage ke-4 tewas setelah melakukan ritual penyegelan itu. Dengan penyegelan
yang dilakukannya, Hokage ke-4 berharap Naruto akan dipandang sebagai seorang
pahlawan, yang terpaksa ditumbalkan untuk mengurung monster itu. Tapi sayangnya
hal itu tidak terjadi. Banyak penduduk Konohagakure beranggapan bahwa Naruto
tak lebih dari bocah setan yang mewarisi darah Rubah Ekor Sembilan yang pernah
menyerang mereka, sehingga mereka membenci dan menjauhinya.
Naruto hidup sendiri sejak
masih kecil. Dia tumbuh tanpa kasih sayang orang tua dan perhatian orang di
sekitarnya. Karena itu, ia berusaha untuk mencari perhatian orang-orang
disekitarnya, dengan cara melakukan perbuatan yang tidak baik dan melanggar
norma. Karena terus menerus dijauhi, Naruto berjanji untuk mewujudkan mimpinya
untuk menjadi Hokage, yaitu gelar untuk pemimpin di desanya. Sebuah mimpi yang
sangat sulit untuk diwujudkannya, terutama karena tak ada satu orang pun yang
membantu dan mendukungnya untuk mewujudkan mimpinya, sampai ia bertemu dengan
Iruka Umino, yang kemudian menjadi guru pembimbingnya.
Iruka Umino memiliki masa
kecil yang mirip dengan Naruto. Saat ia masih kecil, kedua orang tuanya tewas
dalam pertarungan melawan Kyuubi, yang sekarang bersemayam di tubuh Naruto. Hal
ini membuat Iruka mengerti penderitaan yang dialami Naruto. Iruka adalah orang
pertama yang mau mengakui keberadaan Naruto.
 |
S_Pict. 3: Oiroke no Jutsu |
Kemampuan Naruto pada awal
cerita hanyalah jurus yang dianggap mesum dan tak berguna yang bernama Oiroke
no Jutsu. Tetapi, setelah mencuri gulungan rahasia dari Hokage ke-1, dia mampu
melakukan Kagebunshin no Jutsu, atau "Jurus Seribu Bayangan". Di
akhir serial Naruto, Naruto berhasil menggunakan jutsu-jutsu dasar dan jutsu
baru bernama Rasengan, yaitu jutsu yang sangat sulit yang memutar dan
memadatkan cakra dan memukulkannya ke musuh/target. Dia juga membuat variasi
Rasengan yaitu Oodama Rasengan yang menggunakan 2 kagebunshin (duplikat dirinya)
untuk menembakkan jutsu tersebut ke tubuh target. Naruto juga bisa menggunakan
Kuchiyose dengan katak. Dia juga mengembangkan taijutsu miliknya sendiri yaitu
Naruto Uzumaki Nisen rendan no maki atau "Gulungan Amukan 2000 Uzumaki
Naruto" yang memanfaatkan teknik kagebunshin. Kemudian, Naruto belajar
untuk memanipulasi cakra angin miliknya untuk menyempurnakan jutsu andalannya, Rasengan.
Jurus baru tersebut diberi nama Rasengan Shuriken karena bentuknya seperti
shuriken. Akhirnya, di bab 337, Naruto berhasil menyempurnakan Rasen Shuriken-nya
hanya sampai 1/5 saja, tetapi sudah berhasil membunuh musuhnya. Karena sulit, ia
mencoba jutsu tersebut hingga 3 kali (1 kali gagal, 1 kali manipulasi, 1 kali
berhasil). Setelah berhasil, Hokage ke-5 (Tsunade) melarang Naruto untuk
menggunakannya karena jutsu tersebut dapat melukai pemakainya.Setelah kematian
Jiraya Naruto belajar teknik Sage dari Fukasaku.Yaitu teknik yang memanfaatkan
energi alam. Dengan teknik ini Naruto menguasai beberapan jurus baru di
antaranya adalah Rasenrengan.
|
 |
S_Pict. 1: Shogun Minamoto no Yoritomo |
KESHOGUNAN KAMAKURA
Keshogunan
Kamakura (鎌倉幕府
/ Kamakura Bakufu) adalah pemerintahan militer oleh samurai yang didirikan
Minamoto no Yoritomo di Kamakura. Dalam periode historis Jepang, masa
pemerintahan Keshogunan Kamakura disebut zaman Kamakura yang berlangsung sekitar 140 tahun.
Keshogunan Kamakura berakhir setelah Nitta Yoshisada menghancurkan klan Hōjō.
Dulunya dalam buku
sejarah Jepang ditulis bahwa Keshogunan Kamakura
dimulai sejak tahun 1192 ketika Minamoto no Yoritomo diangkat sebagai Seii
Taishōgun, namun secara de facto Yoritomo sudah berkuasa dan memiliki lembaga
pemerintahan sebelum 1192. Keshogunan Kamakura juga bukan pemerintahan militer
oleh kalangan samurai yang pertama di Jepang, karena sebelumnya sudah dikenal
Pemerintahan klan Taira.
Pemerintahan atau
kantor shogun disebut "bakufu" (幕府), secara harafiah, pemerintahan di
tenda) atau "Keshogunan". Sistem politik yang disebut keshogunan
(bakufu) terus bertahan hingga Keshogunan Muromachi (Muromachi Bakufu) dan
Keshogunan Edo (Edo Bakufu). Dalam literatur klasik Azuma Kagami, istilah bakufu
hanya digunakan untuk rumah kediaman shogun, dan tidak digunakan untuk menyebut
pemerintah pusat oleh kalangan militer. Istilah "bakufu" untuk
menyebut pemerintahan kalangan samurai pertama kali digunakan sejarawan di
zaman Edo. Kalangan samurai biasanya menyebut
pemerintahan Kamakura
sebagai Kamakura-dono (Yang Dipertuan Kamakura).
Di akhir zaman
Heian sebenarnya sudah ada Pemerintahan klan Taira di bawah pimpinan Taira no
Kiyomori namun tidak disukai rakyat dan ditentang banyak pihak. Perlawanan
terhadap klan Taira dimulai sejak Persekongkolan Shishigatani dan secara resmi
dipimpin putra mantan Kaisar Go-Shirakawa, Pangeran Mochihito yang langsung
tewas dibunuh. Peristiwa ini menyebabkan bangkitnya kekuatan perlawanan
terhadap klan Taira di seluruh Jepang.
Minamoto no
Yoritomo yang sedang diasingkan di Izu ikut mengangkat senjata, tapi
ditaklukkan dalam Pertempuran Ishibashiyama. Dari tempat pelarian di Awa,
Yoritomo memimpin perjalanan panjang melewati Provinsi Kazusa dan Provinsi
Shimousa. Di tengah perjalanan, Yoritomo mendapat dukungan dari klan Taira
Bandō yang merupakan percabangan klan Taira di wilayah Kanto. Setelah menjadi
kekuatan yang patut diperhitungkan, Yoritomo mendirikan markas di Kamakura yang dulunya
pernah menjadi pusat kekuatan para pendahulu klan Minamoto. Lembaga
pemerintahan seperti Samurai Dokoro didirikan untuk mempersatukan berbagai
kelompok samurai di wilayah Kanto, sedangkan Yoritomo mendapat sebutan
Kamakura-dono (Yang Dipertuan Kamakura). Setelah memenangkan Pertempuran Fujigawa
dan mendapat dukungan kelompok samurai wilayah Kanto, Yoritomo memulai
pemerintahan di wilayah Kanto.
Setelah klan Taira
diusir dari Kyoto
oleh Minamoto no Yoshinaka pada bulan Juli 1183, Yoshinaka dan pengikutnya
mendukung Pangeran Hokuriku untuk naik tahta sebagai kaisar. Sementara itu,
pasukan Yoshinaka bertindak kejam terhadap warga kota
Kyoto.
Perkembangan situasi membuat mantan Kaisar Go-Shirakawa mengundang Yoritomo
untuk menguasai Kyoto.
Sebagai jawaban, Yoritomo menuntut agar kepemilikan tanah sistem manorialisme
di wilayah Tōkaidō, Tōsandō, dan Hokurikudō dikembalikan ke sistem lama yang
disebut Kokushi. Sebagai penghormatan terhadap Yoshinaka, permintaan tersebut
sedikit dilonggarkan dengan tidak memasukkan wilayah Hokurikudō yang dimiliki
Yoshinaka. Permintaan tersebut disetujui dan secara de facto, Yoritomo menjadi
penguasa wilayah sebelah timur Jepang.
Pada tahun 1184,
Yoritomo mendirikan lembaga pemerintahan, seperti kantor administrasi bernama
Kumonjo (kemudian berganti nama menjadi Mondokoro), dan kantor peradilan yang
disebut Monchūjo. Sementara itu, Yoritomo mengutus adik-adiknya, Minamoto no
Noriyori dan Minamoto no Yoshitsune untuk menghancurkan sisa-sisa klan Taira.
Dalam Pertempuran Dan no Ura, klan Taira dihancurkan dan sekaligus mengakhiri
perang saudara yang berlangsung selama 6 tahun.
Masih di tahun
yang sama (1184), Yoritomo menerima mandat dari mantan Kaisar Go-Shirakawa
untuk menyingkirkan Yoshitsune dan Minamoto no Yukiie dengan alasan telah
melanggar aturan pemerintah Yoritomo. Dalam usaha menangkap Yoshitsune dan
Yukiie, Yoritomo diberi mandat untuk memberhentikan serta mengangkat Jitō dan
Shugo yang bertugas memungut pajak berupa beras untuk perbekalan militer dan
sebagai pejabat di kantor pemerintah lokal. Berdasarkan mandat tersebut,
Yoritomo berkuasa atas kekuatan militer serta kepolisian di seluruh negeri, dan
sekaligus menandai berdirinya pemerintahan Keshogunan Kamakura yang menguasai seluruh Jepang.
Walaupun demikian, pemerintah Yoritomo baru menguasai seluruh wilayah Jepang
bagian timur setelah menghancurkan klan Ōshū Fujiwara dalam Pertempuran Ōshū
1189.
Pada tahun 1190,
Yoritomo ditunjuk sebagai panglima tertinggi kekuatan militer (Ukone no Daishō)
dan berbagai jabatan tinggi lainnya dalam pemerintahan, namun segera
mengundurkan diri. Ambisi Yoritomo adalah diangkat menjadi Seii Taishōgun dan
terlaksana setelah penentangnya, mantan Kaisar Go-Shirakawa wafat pada tahun
1192. Pengangkatan Yoritomo sebagai shogun juga sering digunakan untuk menandai
berdirinya Keshogunan Kamakura.
Setelah Yoritomo
meninggal secara mendadak di bulan Februari 1199, jabatan shogun diteruskan
oleh putra pewarisnya yang bernama Minamoto no Yoriie. Sewaktu diangkat sebagai
shogun, Yoriie masih berusia 18 tahun dan pihak keshogunan menganggapnya belum
mampu mengendalikan pemerintahan. Sebagai wakil Yoriie, pemerintah dijalankan
Dewan 13 Gokenin yang sebagian besar anggotanya berasal dari klan Hōjō yang
merupakan kerabat Yoriie dari pihak ibu (Hōjō Masako). Pasangan bapak-anak Hōjō
Tokimasa dan Hōjō Yoshitoki satu per satu menyingkirkan Gokenin yang
berpengaruh, termasuk Kajiwara Kagetoki pada tahun 1200, dan Hiki Yoshikazu
beserta anggota keluarganya pada tahun 1203.
Pada tahun 1203,
Yoriie sakit keras dan kakek dari pihak ibu, Tokimasa mengirimnya ke Provinsi
Izu dan dikenakan tahanan rumah. Setelah mengangkat adik Yoriie, Minamoto no
Sanetomo sebagai shogun berikutnya dan penguasa Kamakura, Tokimasa membunuh Yoriie pada tahun
1204. Selanjutnya, Tokimasa diangkat sebagai pejabat Shikken yang bertugas
sebagai pendamping shogun, dan pada praktiknya sebagai pemegang kendali
kekuasaan. Pada tahun berikutnya (1205), Tokimasa berusaha menjadikan
menantunya, Hiraga Tomomasa sebagai shogun, sehingga musuh Tomomasa yang
bernama Hatakeyama Shigetada dibunuh. Selanjutnya, Tokimasa berusaha
menyingkirkan Sanetomo, namun tindakan ini ditentang oleh putra-putrinya
sendiri, Hōjō Yoshitoki dan Hōjō Masako (ibu Sanetomo). Dengan dukungan Gokenin
yang berpengaruh, Tokimasa dipaksa untuk mengundurkan diri dari dunia politik,
sedangkan Hiraga Tomomasa dibunuh.
Hōjō Yoshitoki
diangkat sebagai pejabat shikken berikutnya. Di masa jabatannya, kekuasaan klan
Hōjō menjadi semakin kokoh, namun mendapat musuh baru, yakni Wada Yoshimori
(kepala Samurai Dokoro) dan pengikutnya. Sesuai dengan rencana Yoshitoki, Wada
Yoshimori beserta keluarganya dihabisi dalam Pertempuran Wada tahun 1213. Setelah
itu, pemerintah Keshogunan Kamakura terus dirongrong pemberontakan, dan
berpuncak pada terbunuhnya shogun ke-3 Minamoto no Sanetomo. Garis keturunan
utama Minamoto no Yoritomo terputus dengan tewasnya Sanetomo. Pihak Keshogunan
Kamakura meminta bantuan kaisar untuk menunjuk salah seorang pangeran sebagai
shogun. Permintaan tersebut ditolak mantan kaisar Go-Toba, sehingga kerabat
jauh Yoritomo dari keluarga Sekkan (aristokrat) yang masih kanak-kanak,
Fujiwara no Yoritsune diangkat sebagai shogun baru. Yoritsune dan dua generasi
shogun berikutnya disebut Sekke Shogun (shogun dari kalangan aristokrat),
sedangkan pada praktiknya, pemerintahan tetap berada di tangan klan Hōjō.
Keshogunan
Kamakura dianggap mantan Kaisar Go-Toba sebagai penghalang dalam menjalankan
kekuasaan politiknya. Kekacauan di Kamakura yang mengikuti tewasnya shogun
Sanetomo dianggap sebagai tanda keshogunan mulai melemah, dan merupakan
kesempatan bagi Mantan Kaisar Go-Toba untuk menggulingkan Keshogunan Kamakura.
Pada tahun 1221, mantan Kaisar Go-Toba mengeluarkan perintah untuk
menyingkirkan Hōjō Yoshitoki. Di luar perkiraan mantan Kaisar Go-Toba,
Keshogunan Kamakura memiliki basis pendukung yang kuat dari kalangan Gokenin.
Dalam perang yang berlangsung sekitar singkat, Keshogunan Kamakura berhasil
menghancurkan pasukan kekaisaran dalam waktu dua bulan.
Seusai perang,
Keshogunan Kamakura memutuskan hukuman pengasingan bagi mantan Kaisar Go-Toba
dan seluruh anggota keluarga, membantu Kaisar Chūkyō naik tahta, dan
menjatuhkan hukuman mati bagi samurai dan bangsawan dari pihak istana yang
mendukung mantan Kaisar Go-Toba. Rakyat terkejut dengan keputusan keshogunan
untuk mengasingkan mantan kaisar, kaisar, dan sejumlah pejabat menteri.
Pandangan rakyat berubah akibat keputusan yang diambil keshogunan, dan tidak
lagi memandang kaisar berkedudukan lebih tinggi dari kalangan samurai.
Selanjutnya, Keshogunan Kamakura mendirikan kantor Rokuhara Tandai di Kyoto
untuk mengawasi gerak-gerik pihak istana kekaisaran.
Keshogunan
Kamakura secara berturut-turut ditinggalkan para pendirinya. Hōjō Yoshitoki
wafat tahun 1224, diikuti Hōjō Masako serta Ōe Hiromoto yang wafat tahun 1225.
Jabatan shikken selanjutnya dijabat putra Yoshitoki yang bernama Hōjō Yasutoki.
Agar pergantian kekuasaan shikken bebas kekacauan, Yasutoki menciptakan jabatan
Rensho yang bertugas sebagai pendamping shikken. Kakek Yasutoki yang bernama
Hōjō Tokifusa diangkat sebagai pejabat Rensho yang pertama. Selain itu,
Yasutoki meletakkan dasar-dasar kepemimpinan kolektif dengan membentuk lembaga
Hyōjōshū yang bertugas memberi pertimbangan atas keputusan politik pemerintah.
Kasus peradilan
agraria yang semakin bertambah seusai Perang Jōkyū membuat Yasutoki merasa
perlu menetapkan prosedur peradilan yang jelas. Prosedur peradilan ditetapkan
Yasutoki menurut kitab hukum Goseibai Shikimoku yang mudah dimengerti dan
diterapkan. Keshogunan Muromachi juga terus menggunakan kitab Goseibai
Shikimoku sebagai dasar hukum. Berkat bakat kepemimpinan dan berbagai kebijakan
politiknya, Yasutoki berhasil meletakkan dasar-dasar pemerintahan oleh pejabat
shikken.
Yasutoki
mewariskan jabatan shikken kepada cucunya, Hōjō Tokiyori yang sangat menaruh
perhatian pada bidang hukum. Pada tahun 1249, Tokiyori mendirikan lembaga
pengadilan tinggi yang disebut Hikitsuke untuk menciptakan proses peradilan
yang lebih adil. Faksi yang dipimpin shogun sebelumnya, Minamoto no Yoritsune
bersama Nagoshi no Mitsutoki diusir karena berencana menyingkirkan Tokiyori
pada tahun 1246. Pejabat Gokenin yang berpengaruh, Miura Yasumura beserta
keluarganya juga dibunuh pada tahun 1247. Shogun Fujiwara Yoritsugu
disingkirkan pada tahun 1252 karena berkomplot melawan pemerintah keshogunan,
dan sebagai penggantinya Pangeran Munetaka diangkat sebagai shogun baru.
Pangeran Munetaka
merupakan shogun pertama dari kalangan pangeran (Miyashōgun) yang tidak turut
serta dalam pemerintahan. Keberadaan shogun pangeran membuat klan Hōjō semakin
berkuasa, dan kendali pemerintahan berpusat pada garis keturunan utama klan
Hōjō. Setelah Tokiyori jatuh sakit, jabatan shikken diwariskan kepada Hōjō
Nagatoki yang berasal dari percabangan klan Hōjō, tapi kendali pemerintahan
tetap tidak terlepas dari klan Hōjō. Pada waktu itu, istilah Tokuso digunakan
untuk menyebut garis keturunan utama klan Hōjō yang memimpin pemerintahan
tirani selama 9 generasi.
 |
S_Pict. 2: Shogun Ashigaka Yhosiaki |
KESHOGUNAN
MUROMACHI
Keshogunan
Muromachi (室町幕府
Muromachi Bakufu) atau Keshogunan Ashikaga (1336—1573) adalah pemerintahan
militer oleh samurai yang didirikan Ashikaga Takauji sebagai kelanjutan dari
Keshogunan Kamakura. Dalam periode historis Jepang, masa pemerintahan
Keshogunan Muromachi selama kurang lebih 240 tahun disebut zaman Muromachi.
Shogun ke-3
Ashikaga Yoshimitsu mendirikan rumah kediaman resmi shogun yang disebut Istana
Muromachi (Muromachi-dono) sehingga pemerintahan shogun klan Ashikaga disebut
Keshogunan Muromachi. Nama populer untuk Istana Muromachi adalah Hana no Gosho
(Istana Bunga). Sekarang ini, lokasi bekas Istana Muromachi berada di distrik
Kamigyō, Kyoto.
Ashikaga Takauji
mengumumkan 17 pasal Kemmu Shikimoku (Undang-undang Kemmu) sebagai kebijakan
dasar pemerintahan pada bulan November tahun 1336. Peristiwa tersebut menandai
berdirinya Keshogunan Muromachi. Walaupun demikian, pendapat yang berbeda
mengatakan bahwa Keshogunan Muromachi dimulai sejak Ashikaga Takauji dilantik
sebagai Sei-i Taishōgun oleh Kaisar Kōmyō dari Istana Utara pada tahun 1338.
Keshogunan
Muromachi berakhir tahun 1573 setelah Oda Nobunaga mengusir shogun ke-15,
Ashikaga Yoshiaki dari Kyoto.
Namun secara resmi, prosedur pemecatan Yoshiaki tidak pernah dilakukan,
sehingga kalangan samurai yang menentang Nobunaga masih memperlakukannya
sebagai shogun. Dalam direktori pejabat tinggi istana yang disebut Kugyōbunin,
Yoshiaki menuruti perintah kampaku Toyotomi Hideyoshi agar datang ke istana.
Yoshiaki melakukan sumpah setia di hadapan Hideyoshi, dan masih diperlakukan
seperti layaknya Jusangū (keluarga kaisar), serta dianggap sebagai shogun
hingga 9 Februari 1588.
Dari akhir zaman
Meiji hingga akhir Perang Dunia II, garis keturunan kaisar yang sah menurut
kebijakan resmi pemerintah Jepang adalah garis keturunan Istana Selatan.
Periode pemerintahan Istana Selatan disebut zaman Istana Yoshino dan bukan
zaman Nanboku-cho seperti lazimnya dikenal sekarang. Sebagai akibatnya, shogun
pertama hingga shogun ketiga, Takauji, Yoshiakira, dan Yoshimitsu tidak
dianggap sebagai shogun karena diangkat sebelum bersatunya Istana Utara dan
Istana Selatan.
Struktur
pemerintah Keshogunan Muromachi secara garis besar mengikuti struktur
pemerintahan berikut lembaga-lembaga pemerintah yang didirikan sebelumnya oleh
Keshogunan Kamakura. Sebagai landasan hukum dipakai Undang-undang Kemmu (Kemmu
Shikimoku) yang ditetapkan oleh Ashikaga Takauji pada tahun 1336. Kitab
Undang-undang Goseibai (Goseibai Shikimoku) yang disusun pada zaman Kamakura dipakai dalam
praktik sehari-hari. Selain itu, bila diperlukan dipakai kitab hukum pelengkap
bagi Goseibai Shikimoku yang disebut Kemmu Iraitsuika.
Pada awalnya,
pemerintahan Keshogunan Muromachi (Istana Utara) tidak stabil karena harus
menghadapi pemerintah Istana Selatan. Pemerintahan terpusat di tangan shogun
dengan bantuan wakil shogun yang disebut kanrei, dan lembaga-lembaga
pemerintahan seperti Samurai-dokoro, Mandokoro, Monchūjo, Hyōjōshū, dan
Hikitsukeshū.
Dalam menjalankan
pemerintahan, shogun dibantu dewan yang beranggotakan para shugo daimyō.
Dibandingkan dengan pejabat shikken zaman Kamakura
yang sangat berkuasa, pada praktiknya, pejabat kanrei zaman Muromachi tidak memiliki
hak dalam pengambilan keputusan. Pada prinsipnya, semua keputusan pemerintah
diambil berdasarkan rapat-rapat. Pejabat kanrei yang membantu shogun diangkat
secara bergantian dari klan Hosokawa, klan Shiba, klan Hatakeyama yang semuanya
merupakan shugo daimyō berpengaruh. Kepala lembaga Mandokoro diangkat secara
bergantian dari klan Akamatsu, klan Isshiki, klan Yamana, dan klan Kyōgoku.
Pengambilan keputusan oleh keluarga besar klan Ashikaga merupakan ciri khas
pemerintah Keshogunan Muromachi. Posisi penting dalam keshogunan dan sebagian
besar shugo daimyō berasal dari keluarga besar klan Ashikaga, seperti: klan
Hosokawa, klan Shiba, klan Yamana, klan Isshiki, klan Hatakeyama, klan
Shibukawa, klan Imagawa, dan klan Uesugi (garis keturunan pihak ibu).
Kepemilikan tanah
berdasarkan sistem tanah milik bangsawan dan negara (shōen kōryō-sei) yang
berlaku di zaman Kamakura
mengalami keruntuhan di zaman Muromachi. Sebagai penggantinya adalah sistem
kepemilikan tanah oleh shugo daimyō (shugo ryōkoku-sei). Pada zaman Kamakura, shogun dan
kalangan samurai (gokenin) berpengaruh di daerah mengikat secara langsung
kerjasama berdasarkan saling percaya. Sebaliknya pada zaman Muromachi, gokenin
merupakan bawahan langsung dari shugo daimyō. Shugo daimyō akhirnya tampil sebagai
kekuatan militer yang kadang-kadang sama kuatnya dengan kekuatan militer milik
shogun Muromachi.
Pada beberapa
kasus, shugo daimyō yang telah menjadi terlalu kuat secara militer diusir oleh
shogun. Namun, peristiwa shugo daimyō memerangi keshogunan tidak pernah
terjadi. Sebagian besar shugo daimyō merasa puas karena sudah diangkat sebagai
penguasa daerah oleh shogun.
Seusai Kerusuhan
zaman Kan-ō, Ashikaga Takauji mendirikan kantor pemerintah Kamakura (Kamakura-fu) yang memerintah 10
provinsi yang terletak di Jepang bagian timur. Sebagai Kamakura Kubō (kepala
kantor pemerintah Kamakura)
adalah putra Takauji yang bernama Ashikaga Motouji, dan diteruskan oleh anak
cucunya. Wakil Kamakura-fu disebut Kantō Kanrei. Pejabat Kamakura Kubō dan klan
Uesugi yang menjabat Kantō Kanrei akhirnya berselisih dengan Keshogunan
Muromachi.
Keshogunan
Muromachi secara langsung merekrut kelompok samurai dari wilayah Kanto dan
Tohoku yang disebut Kyōto Fuchishū. Di masa pemerintahan shogun Ashikaga
Yoshinori, Kamakura Kubō generasi ke-4 yang bernama Ashikaga Mochiuji memimpin
Pemberontakan Eikyō melawan keshogunan. Setelah Mochiuji diserang dan dihabisi,
maka berakhir pula ambisi keshogunan untuk secara langsung menguasai provinsi-provinsi
di bagian timur Jepang. Selanjutnya, putra Mochiuji yang bernama Ashikaga
Shigeuji diangkat sebagai Kamakura Kubō yang baru. Namun, Shigeuji kembali
melancarkan pemberontakan yang disebut Pemberontakan Kyōtoku. Ia melarikan diri
ke Istana Kogawa di Provinsi Shimousa, dan menyebut dirinya sebagai Kogawa Kubō
(shogun Kogawa). Keadaan daerah Kanto semakin kacau setelah klan Uesugi
terpecah dua menjadi keluarga Yamanouchi Uesugi dan keluarga Ōgigayatsu Uesugi.
Dalam keadaan
kacau, adik shogun ke-8 (Ashikaga Yoshimasa) yang bernama Ashikaga Masatomo
diutus ke wilayah Kanto. Markasnya berada di Horigoe, Provinsi Izu sehingga
disebut Horigoe Kubō (shogun Horigoe). Namun setelah meninggalnya Masatomo,
Horigoe Kubō dihancurkan oleh pengikut setia klan Imagawa yang bernama Ise
Moritoki (Hōjō Sōūn). Di Provinsi Shimousa, keturunan Ashikaga Motouji
memisahkan diri dari Kogawa Kubō, dan mendirikan Oyumi Kubō di Istana Oyumi.
Oyumi Kubō adalah pemerintah boneka bagi klan Go-Hōjō yang dibentuk dari anak
cucu Ise Moritoki.
Sementara itu
untuk memerintah Kyushu, keshogunan mendirikan
kantor Kyushu Tandai di Hakata. Imagawa Sadayo (Ryōshun) termasuk salah seorang
samurai yang pernah bertugas di Kyushu Tandai. Pada mulanya, Sadayo dikirim ke Kyushu untuk menghancurkan kekuatan militer Istana
Selatan di bawah pimpinan Pangeran Kaneyoshi. Namun Ryōshun akhirnya membangun
kekuatan militer sendiri di Kyushu sehingga
membuat Keshogunan Muromachi cemas. Setelah Ryōshun dipecat, Kyushu Tandai
dipimpin secara turun temurun oleh klan Shibugawa.
Di daerah Tohoku,
keshogunan antara lain menciptakan jabatan Ōshū Kanrei. Kantor pemerintah Kamakura (Kamakura-fu)
yang memerintah Provinsi Mutsu dan Provinsi Dewa dihapus. Sebagai penggantinya,
keshogunan untuk sementara menciptakan jabatan Inamura Kubō dan Shinokawa Kubō.
Di masa pemerintahan Ashikaga Yoshimitsu, keshogunan mendirikan Ōshū Tandai,
dan menugaskan Shiba Iekane sebagai pimpinan. Setelah Iekane meninggal dunia,
Ūshū Tandai didirikan di Provinsi Dewa, sedangkan klan Shiba yang berada di sana menyebut dirinya
sebagai klan Mogami.
 |
S_Pict.3: Shogun Tokugawa Ieyasu |
KESHOGUNAN
TOKUGAWA
Keshogunan
Tokugawa (徳川幕府
Tokugawa Bakufu, 1603—1868) atau Keshogunan Edo
(Edo Bakufu) adalah pemerintahan diktator militer feodalisme di Jepang yang
didirikan oleh Tokugawa Ieyasu dan secara turun temurun dipimpin oleh shogun
keluarga Tokugawa. Dalam periode historis Jepang, masa pemerintahan Keshogunan
Tokugawa disebut zaman Edo, karena ibu kota
terletak di Edo yang sekarang disebut Tokyo.
Keshogunan Tokugawa memerintah dari Istana Edo
hingga Restorasi Meiji.
Keshogunan
Tokugawa adalah pemerintahan diktator militer ketiga dan terakhir di Jepang
setelah Keshogunan Kamakura
dan Keshogunan Muromachi. Keshogunan Tokugawa dimulai pada tanggal 24 Maret 1603
dengan pengangkatan Tokugawa Ieyasu sebagai Sei-i Taishōgun dan berakhir ketika
Tokugawa Yoshinobu mengembalikan kekuasaan ke tangan kaisar (Taisei Hōkan) pada
9 November 1867.
Pemerintahan
keshogunan Tokugawa selama 264 tahun disebut sebagai zaman Edo
atau zaman Tokugawa. Periode terakhir Keshogunan Tokugawa yang diwarnai dengan
maraknya gerakan untuk menggulingkan keshogunan Tokugawa dikenal dengan sebutan
Bakumatsu.
Oda Nobunaga dan
penerusnya Toyotomi Hideyoshi merupakan pemimpin Jepang di zaman Azuchi
Momoyama yang berhasil mendirikan pemerintah pusat setelah berhasil
mempersatukan provinsi-provinsi di zaman Sengoku. Setelah Pertempuran
Sekigahara pada tahun 1600, kekuasaan pemerintah pusat direbut oleh Tokugawa
Ieyasu yang menyelesaikan proses pengambilalihan kekuasaan dan mendapat gelar
Sei-i Taishōgun pada tahun 1603. Tokugawa Ieyasu sebetulnya tidak memenuhi
syarat sebagai shogun karena bukan keturunan klan Minamoto. Agar syarat utama
menjadi shogun terpenuhi, Ieyasu memalsukan garis keturunannya menjadi
keturunan klan Minamoto agar bisa diangkat menjadi shogun. Keturunan Ieyasu
secara turun-temurun menjadi shogun dan kepala pemerintahan sampai terjadinya Restorasi
Meiji.
Di masa Keshogunan
Tokugawa, rakyat Jepang dibagi-bagi menurut sistem kelas berdasarkan pembagian
kelas yang diciptakan Toyotomi Hideyoshi. Kelas samurai berada di hirarki
paling atas, diikuti petani, pengrajin dan pedagang. Pemberontakan sering
terjadi akibat pembagian sistem kelas yang kaku dan tidak memungkinkan orang
untuk berpindah kelas. Pajak yang dikenakan terhadap petani selalu berjumlah
tetap dengan tidak memperhitungkan inflasi. Samurai yang menguasai tanah harus
menanggung akibatnya, karena jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan semakin
hari nilainya semakin berkurang. Perselisihan soal pajak sering menyulut
pertikaian antara petani kaya dan kalangan samurai yang terhormat tapi kurang
makmur. Pertikaian sering memicu kerusuhan lokal hingga pemberontakan berskala
besar yang umumnya dapat segera dipadamkan. Kelompok anti keshogunan Tokugawa
justru semakin bertambah kuat setelah keshogunan Tokugawa mengambil kebijakan
untuk bersekutu dengan kekuatan asing.
Setelah kalah
dalam Perang Boshin yang berpuncak pada Restorasi Meiji, keshogunan Tokugawa
berhasil ditumbangkan persekutuan kaisar dengan sejumlah daimyo yang
berpengaruh. Keshogunan Tokugawa secara resmi berakhir setelah shogun Tokugawa
ke-15 yang bernama Tokugawa Yoshinobu mundur dan kekuasaan dikembalikan ke
tangan kaisar (Taisei Hōkan).
Sistem politik
feodal Jepang di zaman Edo disebut Bakuhan Taisei (幕藩体制), baku dalam "bakuhan"
berarti "tenda" yang merupakan singkatan dari bakufu (pemerintah
militer atau keshogunan). Dalam sistem Bakuhan taisei, daimyo menguasai daerah-daerah
yang disebut han dan membagi-bagikan tanah kepada pengikutnya. Sebagai
imbalannya, pengikut daimyo berjanji untuk setia dan mendukung daimyo secara
militer.
Kekuasaan
pemerintah pusat berada di tangan shogun di Edo
dan daimyo ditunjuk sebagai kepala pemerintahan di daerah. Daimyo memimpin
provinsi sebagai wilayah berdaulat dan berhak menentukan sendiri sistem
pemerintahan, sistem perpajakan, dan kebijakan dalam negeri. Sebagai imbalannya,
daimyo wajib setia kepada shogun yang memegang kendali hubungan internasional
dan keamanan dalam negeri. Shogun juga memiliki banyak provinsi dan berperan
sebagai daimyo di provinsi yang dikuasainya. Keturunan keluarga Tokugawa
disebar sebagai daimyo di seluruh pelosok Jepang untuk mengawasi daimyo lain
agar tetap setia dan tidak bersekongkol melawan shogun.
Keshogunan
Tokogawa berhak menyita, menganeksasi, atau memindahtangankan wilayah di antara
para daimyo. Sistem Sankin Kotai mewajibkan daimyo bertugas secara bergiliran
mendampingi shogun menjalankan fungsi pemerintahan di Edo.
Daimyo harus memiliki rumah kediaman sebagai tempat tinggal kedua sewaktu
bertugas di Edo. Anggota keluarga daimyo harus
tetap tinggal di Edo sebagai penjaga rumah
sewaktu daimyo sedang pulang ke daerah, sekaligus sebagai sandera kalau daimyo
bertindak di luar keinginan shogun.
Daimyo dari
keturunan klan Tokugawa dan daimyo yang secara turun temurun merupakan pengikut
setia klan Tokugawa disebut Fudai Daimyo. Sedangkan daimyo yang baru setia
kepada klan Tokugawa setelah bertekuk lutut dalam Pertempuran Sekigahara
disebut Tozama Daimyo. Golongan yang selalu mendapat perlakuan khusus disebut
Shimpan Daimyo, karena berasal tiga percabangan keluarga inti Tokugawa yang
disebut Tokugawa Gosankei (Tiga keluarga terhormat Tokugawa) yang masing-masing
dipimpin oleh putra Tokugawa Ieyasu:
Tokugawa Yoshinao,
penguasa han Owari generasi pertama
Tokugawa Yorinobu,
penguasa han Kishū generasi pertama
Tokugawa Yorifusa,
penguasa han Mito
generasi pertama.
Lambang keluarga
Tokugawa berupa Mitsuba Aoi (tiga helai daun Aoi) hanya boleh digunakan garis
keturunan utama keluarga Tokugawa dan Tokugawa Gosankei. Putra-putra lain
Tokugawa Ieyasu hanya diberi nama keluarga Matsuidara dan tidak mendapatkan
nama keluarga Tokugawa.
Di awal zaman Edo, keshogunan Tokugawa sangat kuatir terhadap Tozama
Daimyo yang dianggap memiliki kesetiaan yang tipis terhadap klan Tokugawa. Berbagai
macam strategi dirancang agar Tozama Daimyo tidak memberontak. Sanak keluarga
klan Tokugawa sering dikawinkan dengan Tozama Daimyo, walaupun sebenarnya
tujuan akhir keshogunan Tokugawa adalah memberantas habis semua Tozama Daimyo. Keshogunan
Tokugawa justru akhirnya berhasil ditumbangkan Tozama Daimyo dari Satsuma, Choshu,
Tosa, dan Hizen.
Keshogunan
Tokugawa memiliki sekitar 250 wilayah han yang jumlahnya turun naik sesuai
keadaan politik. Peringkat wilayah han ditentukan pemerintah berdasarkan total
penghasilan daerah dalam setahun berdasarkan unit koku. Penghasilan minimal
yang ditetapkan shogun untuk seorang daimyo adalah 10.000 koku. Daimyo yang
memegang wilayah makmur dan berpengaruh mempunyai penghasilan sekitar 1 juta
koku.
Keshogunan
Tokugawa menjalankan pemerintah pusat dari Edo, sedangkan penguasa sah Jepang
dipegang kaisar Jepang yang berkedudukan di Kyoto. Kebijakan pemerintahan dikeluarkan
istana kaisar di Kyoto
dan diteruskan kepada klan Tokugawa. Sistem ini berlangsung sampai kekuasaan
pemerintah dikembalikan kepada kaisar di zaman Restorasi Meiji.
Keshogunan
Tokugawa menugaskan perwakilan tetap di Kyoto
yang disebut Kyōto Shoshidai untuk berhubungan dengan kaisar, keluarga kaisar
dan kalangan bangsawan.
Keshogunan
Tokugawa mengeruk keuntungan besar dari monopoli perdagangan luar negeri dan
hubungan internasional. Perdagangan dengan kapal asing dalam jumlah terbatas
hanya diizinkan di Provinsi Satsuma dan daerah khusus Tsushima.
Kapal-kapal Namban dari Portugal
merupakan mitra dagang utama keshogunan Tokugawa yang diikuti jejaknya oleh
kapal-kapal Belanda, Inggris dan Spanyol.
Jepang berperan
aktif dalam perdagangan luar negeri sejak tahun 1600. Pada tahun 1615, misi
dagang dan kedutaan besar di bawah pimpinan Hasekura Tsunenaga melintasi
Samudra Pasifik ke Nueva Espana dengan menggunakan kapal perang Jepang bernama
San Juan Bautista. Sampai dikeluarkannya kebijakan Sakoku pada tahun 1635, shogun
masih mengeluarkan izin bagi kapal-kapal Shuisen (Kapal Segel Merah) yang ingin
berdagang dengan Asia. Setelah itu, perdagangan
hanya diizinkan dengan kapal-kapal yang datang Tiongkok dan Belanda.
Rōjū dan
Wakadoshiyori
Menteri senior (rōjū)
diangkat dari anggota keshogunan yang paling senior dan bertugas sebagai
pengawas ōmetsuke, machibugyō, ongokubugyō dan pejabat-pejabat tinggi lain. Tugas
lain menteri senior adalah berhubungan dengan berbagai kalangan, seperti istana
kaisar di Kyoto,
kalangan bangsawan (kuge), daimyo, kuil Buddha dan Jinja, termasuk menghadiri
berbagai macam rapat seperti rapat pembagian daerah. Keshogunan Tokugawa
memiliki 4-5 menteri senior yang masing-masing bertugas sebulan penuh secara
bergantian. Shogun meminta pertimbangan menteri senior jika ada persoalan
penting yang harus diselesaikan. Pada perombakan birokrasi pada tahun 1867, posisi
menteri senior dihapus dan diganti dengan sistem kabinet, sehingga ada menteri
dalam negeri, menteri keuangan, menteri luar negeri, menteri angkatan darat dan
menteri angkatan laut.
Pada prinsipnya, Fudai
Daimyo yang memiliki wilayah kekuasaan minimal 50.000 koku memenuhi persyaratan
untuk ditunjuk sebagai menteri senior. Walaupun demikian, pejabat menteri
senior sering berasal dari birokrat yang dekat dengan shogun, seperti pejabat soba
yōnin, Kyoto shoshidai dan Osaka jōdai.
Shogun kadang kala
menunjuk seorang menteri senior untuk mengisi posisi Tairō (tetua atau
penasehat). Pejabat Tairō dibatasi hanya berasal dari klan Ii, Sakai, Doi dan Hotta, walaupun Yanagisawa
Yoshiyasu pernah juga diangkat sebagai pengecualian. Ii Naosuke merupakan Tairō
yang paling terkenal, tapi tewas dibunuh pada tahun 1860 di luar pintu gerbang
Sakurada, Istana Edo.
Sebagai kelanjutan
dari dewan rokuninshū (1633–1649) yang terdiri dari 6 anggota, keshogunan
Tokugawa membentuk dewan wakadoshiyori yang berada persis di bawah posisi
menteri senior (rōjū). Dewan wakadoshiyori terbentuk pada tahun 1662 dan
terdiri dari 4 anggota. Tugas utama dewan wakadoshiyori adalah mengurusi
hatamoto dan gokenin yang merupakan pengikut langsung shogun.
Sebagian shogun
juga mengangkat pejabat soba yōnin yang bertugas sebagai perantara antara
shogun dan rōjū. Posisi soba yōnin menjadi sangat penting pada masa shogun
Tokugawa ke-5 yang bernama Tokugawa Tsunayoshi akibat salah seorang pejabat
wakadoshiyori bernama Inaba Masayasu membunuh pejabat tairō bernama Hotta
Masatoshi. Shogun Tsunayoshi yang cemas akan keselamatan dirinya memindahkan
kantor rōjū hingga jauh dari bangunan utama istana.
Ōmetsuke dan
Metsuke
Pejabat yang
melapor kepada rōjū and wakadoshiyori disebut ōmetsuke dan metsuke. Lima orang pejabat
ōmetsuke diberi tugas memata-matai para daimyo, kalangan bangsawan (kuge) dan
istana kaisar agar segala usaha pemberontakan bisa diketahui sejak dini.
Di awal zaman Edo, daimyo seperti Yagyū Munefuyu pernah ditunjuk
sebagai pejabat ōmetsuke. Selanjutnya, jabatan ōmetsuke cuma diisi oleh
hatamoto yang berpenghasilan minimal 5.000 koku. Shogun sering menaikkan
penghasilan ōmetsuke menjadi 10.000 koku agar ōmetsuke bisa dihargai dan
berkedudukan sejajar dengan daimyo yang sedang diawasi. Pejabat ōmetsuke juga
menerima gelar kami, seperti Bizen-no-kami yang berarti penguasa provinsi Bizen.
Sejalan dengan
perkembangan waktu, fungsi pejabat ōmetsuke berubah menjadi semacam kurir yang
menyampaikan perintah dari keshogunan Tokugawa ke para daimyo. Pejabat ōmetsuke
juga diserahi tugas melangsungkan upacara seremonial di lingkungan Istana Edo. Pengawasan
kehidupan beragama dan pengendalian senjata api merupakan tanggung jawab
tambahan pejabat ōmetsuke.
Pejabat metsuke
melapor kepada wakadoshiyori dan bertugas sebagai polisi militer bagi shogun. Tugasnya
mengawasi ribuan hatamoto and gokenin yang berpusat di Edo. Masing-masing
wilayah han juga memiliki metsuke yang berfungsi sebagai polisi militer bagi para
samurai.
San-bugyō
Pelaksanaan
pemerintahan dilakukan oleh san-bugyō (tiga lembaga administrasi): jishabugyō, kanjōbugyō
dan machibugyō. Pejabat jishabugyō berstatus paling elit karena para pejabat
selalu berhubungan dengan kuil Buddha (ji) dan kuil Shinto (sha) dan diberi hak
penguasaan atas tanah. Pejabat jishabugyō juga menerima pengaduan dari pemilik
tanah di luar 8 provinsi Kanto. Pejabat jishabugyō ditunjuk dari kalangan
daimyo, dengan Ōoka Tadasuke sebagai pengecualian.
Pejabat kanjōbugyō
yang terdiri dari 4 orang melapor langsung kepada rōjū. Tugasnya sebagai
auditor keuangan keshogunan Tokugawa.
Pejabat machibugyō
merupakan pelaksana pemerintahan tingkat lokal. Tugasnya merangkap-rangkap
sebagai walikota, kepala polisi, kepala pemadam kebakaran, dan hakim pengadilan
pidana dan hukum perdata, tapi tidak bertanggung jawab terhadap samurai. Pejabat
machibugyō yang terdiri dari 2 orang (pernah juga sampai 3 orang) biasanya
diambil dari hatamoto, bertugas bergantian selama satu bulan penuh.
Tiga orang pejabat
machibugyō menjadi terkenal berkat film samurai (jidaigeki), pejabat bernama
Ōoka Tadasuke dan Tōyama Kinshirō (Tōyama
no Kinsan) selalu digambarkan sebagai pahlawan, sedangkan Torii Yōzō sebagai
penjahat.
Pejabat san-bugyō
merupakan anggota dari dewan yang disebut Hyōjōsho. Anggota dewan hyōjōsho
bertanggung jawab dalam soal administrasi tenryō, mengawasi gundai, daikan dan
kura bugyō. Selain itu, anggota dewan hyōjōsho juga hadir sewaktu diadakan
dengar pendapat sehubungan dengan kasus yang melibatkan samurai.
Tenryō, Gundai
dan Daikan
Shogun juga
menguasai secara langsung tanah di berbagai daerah di Jepang. Tanah milik
shogun disebut Bakufu Chokkatsuchi yang sejak zaman Meiji disebut sebagai
Tenryō. Shogun memiliki tanah yang sangat luas, mencakup daerah-daerah yang
sudah sejak dulu merupakan wilayah kekuasaan Tokugawa Ieyasu, ditambah wilayah
rampasan dari para daimyo yang kalah dalam Pertempuran Sekigahara, serta
wilayah yang diperoleh dari pertempuran musim panas dan musim dingin di Osaka. Di
akhir abad ke-17, seluruh wilayah kekuasaan Tokugawa bernilai 4 juta koku. Kota perdagangan seperti Nagasaki
dan Osaka, berbagai
lokasi pertambangan seperti tambang emas di Sado termasuk ke dalam wilayah
kekuasaan langsung shogun.
Wilayah kekuasaan
shogun tidak dipimpin oleh daimyo melainkan oleh pelaksana pemerintahan yang
memegang jabatan gundai, daikan, dan ongoku bugyō. Kota-kota penting seperti
Osaka, Kyoto and Sumpu dipimpin oleh machibugyō, sedangkan kota pelabuhan
Nagasaki dipimpin oleh Nagasaki bugyō yang ditunjuk oleh shogun dari hatamoto
yang sangat setia pada shogun.
Sumber: Wikipedia
|
Minamoto no
Yoshitsune (源
義経
atau 源
義經)
(1159 - 15 Juni 1189) adalah samurai klan Minamoto di akhir zaman Heian yang
berasal dari klan Kawachi Genji. Yoshitsune adalah adik lain ibu dari pendiri
Keshogunan Kamakura, Minamoto no Yoritomo. Nama aliasnya adalah Kurō Yoshitsune.
Yoshitsune
dilahirkan sebagai Ushiwakamaru, putra ke-9 dari kepala klan Kawachi Genji
bernama Minamoto no Yoshitomo. Setelah ayahnya terbunuh dalam Pemberontakan
Heiji melawan Taira no Kiyomori, Ushiwakamaru dititipkan di kuil Kurama. Selanjutnya
ia dipindahkan ke Hiraizumi di Mutsu, dan dititipkan kepadaFujiwara no Hidehira
yang menjabat kepala klan Ōshū Fujiwara sekaligus penguasa Mutsu. Sementara itu,
kakak tertua Yoshitsune, Yoritomo terus memimpin perlawanan untuk menggulingkan
klan Taira yang disebut Pemberontakan zaman Jishō-Jūei (Perang Genpei). Setelah
dewasa, Yoshitsune bergabung membantu Yoritomo, dimulai dariPertempuran Ichi-no-Tani,
Pertempuran Yashima, hingga akhirnya klan Minamoto berhasil menghancurkan
armada klan Taira dalam Pertempuran Dan-no-ura. Walaupun berjasa besar sebagai
pemimpin perang, Yoshitsune tidak diberi penghargaan yang pantas oleh Yoritomo,
dan sebagian wilayah kekuasaannya dirampas. Yoshitsune dianggap memperlihatkan
sikap memberontak sehingga dicap sebagai musuh kaisardan menjadi buronan di
seluruh negeri. Dalam pelariannya, Yoshitsune meminta perlindungan klan Ōshū
Fujiwara yang pernah membesarkannya. Fujiwara no Yasuhiraberhasil didesak
Yoritomo agar menangkap Yoshitsune. Yasuhira menyerang Yoshitsune yang sedang
berada di Koromogawa no tachi (sekarang ada di kota Ōshū,Prefektur Iwate). Yoshitsune yang
sudah terkepung akhirnya bunuh diri.
Kematian
Yoshitsune menerima banyak simpati dari banyak orang. Dari kisah Yoshitsune
dikenal istilah Hōgan biiki (判官贔屓) yang merupakan ungkapan simpati orang Jepang terhadap
pihak yang kalah (istilah ini tidak dibaca sebagai Han-gan biiki).Hōgan adalah
jabatan yang diberikan kaisar kepada Yoshitsune, sedangkan hiiki berarti "simpati"
atau "melindungi". Ungkapan ini kurang lebih berarti, "Pihak
yang lemah dengan alasan ia lemah, maka banyak orang yang bersimpati."
Minamoto no
Yoshitomo dan Tokiwa Gozen memberi nama Ushiwakamaru kepada putra ke-9 mereka
yang nantinya dikenal sebagai Minamoto no Yoshitsune. Pada tahun 1159, setelah
ayahnya ikut dalam Pemberontakan Heiji dan tewas, Ushiwakamaru bersama dua
orang kakaknya, Imawaka dan Otowaka dibawa lari oleh ibunya ke tengah gunung di
Provinsi Yamato untuk menghindar dari hukuman mati. Tokiwa Gozen akhirnya
keluar dari persembunyian dan menyerahkan diri kepada Taira no Kiyomori setelah
mengetahui ibunya tertangkap. Sebagai pengganti nyawa ibunya dan ketiga orang
putranya, Tokiwa Gozen bersedia dijadikan wanita simpanan Kiyomori.
Setelah ibunya
menjadi selir seorang kuge bernama Ichijō Naganari, Ushiwakamaru yang waktu itu
masih berusia 7 tahun dititipkan di kuil Kurama. Nama panggilannya saat itu
Shanaou (Shanaō). Di usianya yang ke-11 (15 tahun dalam cerita versi lain), Ushiwakamaru
baru mengetahui identitas dirinya yang sebenarnya. Menurut legenda, Ushiwakamaru
menerima pelajaran pedang di kuil Kurama dari seorang ksatria bertopeng Tengu
yang kemungkinan besar sisa-sisa pengikut ayahnya (Minamoto no Yoshitomo). Di
usia ke-16, Ushiwakamaru berada di bawah pengawasan Fujiwara no Hidehira yang
menjadi Chinjufu shōgun di Hiraizumi, Provinsi Oshu. Setelah itu, Ushiwakamaru
menjalani upacara kedewasaan (genbuku) di kuil Atsuta Jingū, Provinsi Owari
yang dulu merupakan wilayah kekuasaan ayahnya. Sebagai orang dewasa, Ushiwakamaru
mendapat nama Yoshitsune. Nama "Yoshitsune" diambil dari aksara kanji
"yoshi" (義) yang turun-temurun dipakai klan Minamoto, sedangkan "tsune"
(経)
diambil dari nama Minamoto no Tsunemoto (cucu Kaisar Seiwa).
Di zaman Jishō
tahun 4 (1180), Yoshitsune pergi menolong kakaknya, Minamoto no Yoritomo yang
sedang berperang melawan klan Taira di Provinsi Izu. Fujiwara no Hidehira
mengutus dua bersaudara, Satō Tsugunobu dan Satō Tadanobu beserta 80 pasukan
berkuda untuk membantu Yoshitsune. Yoshitsune bertemu dengan Yoritomo di front
Sungai Kise (sekarang terletak di Prefektur Shizuoka). Pada saat itu, pasukan Yoritomo
yang baru saja menang dalam Pertempuran Fujigawa. Yoshitsune diserahi tugas
oleh Yoritomo sebagai pemimpin pasukan klan Minamoto dalam menghadapi klan
Taira. Pada waktu itu, Yoritomo ingin mundur ke markasnya di Kamakura agar bisa berkonsentrasi pada
pembentukan pemerintahan militer wilayah Kanto.
Pada tahun
berikutnya, Yoshitsune yang memimpin kekuatan militer Kamakura mengalahkan sepupunya, Minamoto no
Yoshinaka di Pertempuran Ujigawa. Pada tahun 1183, Yoshitsune memimpin pasukan
untuk memasuki Kyoto
sebagai wakil Yoritomo. Pasukan klan Taira yang sudah diusir dari Kyoto oleh pasukan
Yoshinaka ternyata berhasil menggalang kekuatan di sebelah barat negeri, dan
sudah bergerak maju sampai di Fukuhara. Yoshitsune bersama kakaknya (Minamoto
no Noriyori) diperintahkan untuk menghancurkan pasukan klan Taira. Pasukan
penyerang dari belakang yang dipimpin Yoshitsune berangkat ke Provinsi Harima
dengan mengambil jalan memutar. Di tengah perjalanan, Minamoto no Yukitsuna dan
kawan-kawan turut bergabung dengan pasukan Yoshitsune. Sementara itu, Noriyori
berangkat dengan memimpin pasukan utama yang akan menyerang dari depan. Kedua
pasukan yang dipimpin Yoshitsune dan Noriyori berhasil menghancurkan pasukan
klan Taira dalam Pertempuran Ichi-no-Tani.
Seusai Pertempuran
Ichi-no-Tani (1184), Kaisar Goshirakawa mengangkat Yoshitsune dengan berbagai
jabatan dan gelar kehormatan. Selain itu, Yoshitsune mendapat hak istimewa
untuk masuk ke bagian istana yang hanya boleh dimasuki kaisar dan keluarganya. Di
bulan September tahun yang sama, Yoshitsune menikah dengan Satō Gozen.
Pada bulan
Februari 1185, Yoshitsune berangkat ke Provinsi Sanuki di Pulau Shikoku untuk menyerang basis klan Taira di sepanjang
pantai Laut Pedalaman Seto. Pertempuran ini dikenal sebagai Pertempuran Yashima
dan pasukan Yoshitsune menang besar atas pasukan klan Taira. Kemenangan pasukan
Yoshitsune memberi kekuatan moral bagi pasukan Kamakura yang langsung mengumpulkan kapal-kapal
untuk menyerbu Pulau Hiko yang merupakan benteng pertahanan terakhir klan Taira.
Pada bulan April 1185, klan Minamoto berhasil menghabisi klan Taira dalam
Pertempuran Dan-no-Ura.
Strategi berperang
yang jitu dan kecerdasannya dalam Perang Genpei membuat nama Yoshitsune sering
disebut-sebut dalam legenda maupun buku sejarah sebagai panglima yang mampu
mengubah jalannya pertempuran. Seusai perang, Yoshitsune diangkat sebagai wakil
Yoritomo dan berdiam di ibu kota
Heian-kyo, atau di Istana Horikawa yang merupakan rumah utama kediaman klan
Kawachi Genji.
Setelah
menghancurkan klan Taira, Yoshitsune berselisih dengan kakaknya sendiri. Keinginan
Yoshitsune untuk berdiri sendiri tidak terkabulkan dan malah menjadi musuh
kaisar dan menjadi buronan di seluruh negeri.
Pada 15 April 1185,
Yoritomo merasa tidak senang kaisar mengangkat kelompok samurai dari Kanto
tanpa rekomendasi informal darinya lebih dulu. Yoritomo memerintahkan kelompok
samurai tersebut untuk tetap berada di Heian-kyo, dan mengabaikan perintah
kembali ke wilayah Kanto. Pada bulan yang sama, saingan Yoshitsune sekaligus
perwira bekas pendamping Yoshitsune, Kajiwara Kegetoki mengirim surat kepada Yoritomo. Di
dalam surat ini,
Kagetoki menulis bahwa Yoshitsune telah berlagak sebagai satu-satunya pahlawan yang
berjasa dalam menghancurkan klan Taira. Sementara itu, Yoshitsune tidak
mengindahkan perintah Yoritomo dan tetap membawa Taira no Munemori dan putranya
sebagai tawanan ke Kamakura.
Yoshitsune berangkat dari Heian-kyo menuju Kamakura pada 7 Mei 1185. Sesampainya
Yoshitsune di Kamakura, Yoritomo secara terang-terangan tidak mengizinkannya
memasuki kota. Yoshitsune
waktu itu dipaksa menunggu di kuil Manpuku-ji yang ada di Koshigoe, pinggiran kota Kamakura, dan hanya
para tawanan saja yang diizinkan masuk kota.
Pada 24 Mei 1185, Yoshitsune menulis surat
pernyataan yang ditujukan kepada Yoritomo bahwa dirinya tidak bermaksud
memberontak. Surat
ini nantinya terkenal sebagai Surat Koshigoe (Koshigoe-jō) dan dititipkannya
kepada Ōe no Hiromoto yang merupakan pengikut tepercaya Yoritomo. Surat bernada protes ini
tidak ditanggapi Yoritomo.
Yoritomo memiliki
sejumlah alasan untuk menyingkirkan Yoshitsune, termasuk kenaikan pangkat dan
golongan yang diterima Yoshitsune dari kaisar tanpa persetujuan Yoritomo. Alasan
lain adalah pertengkaran mengenai strategi sewaktu bertempur antara Yoshitsune dengan
Kajiwara Kagetoki yang merupakan pengikut setia Yoritomo. Dalam persiapan
menyerang posisi klan Taira, Yoshitsune pernah berselisih dengan Kagetoki
sehubungan dengan perintah penggunaan kapal perang. Kagetoki melaporkan kepada
Yoritomo tentang perbuatan Yoshitsune yang dianggap melanggar disiplin militer
dan menurunkan moral prajurit. Laporan Kagetoki memang selalu dipercaya
Yoritomo.
Di lain pihak, rakyat
sangat menyenangi Yoshitsune sebagai pahlawan yang berhasil menghancurkan klan
Taira. Kepopuleran Yoshitsune di mata rakyat menyebabkan kedudukan Yoritomo
sebagai pemimpin klan Minamoto menjadi terancam. Yoritomo begitu kesal karena dirinya
sendiri tidak cukup diberi wewenang dari kaisar untuk memberi kenaikan pangkat
dan golongan bagi para bawahan. Selain itu, Surat Koshigoe yang ditulis
Yoshitsune diperkirakan membuat kemarahan Yoritomo menjadi memuncak. Surat tersebut
ditandatangani Yoshitsune sebagai "Minamoto no Yoshitsune", dan
Yoritomo menganggap Yoshitsune memakai nama klan Minamoto untuk kepentingan
pribadi. Pada waktu itu, Yoritomo memang baru saja mengeluarkan perintah
tentang penggunaan nama keluarga Minamoto. Selain itu, di dalam pemerintahan
Yoritomo sedang berlangsung pemberian gelar dan jabatan berdasarkan jasa-jasa. Yoritomo
memang bermaksud tidak mengizinkan Yoshitsune dan Noriyori untuk menggunakan
nama keluaga Minamoto. Nama keluarga Minamoto hanya boleh dipakai Yoritomo
sendiri, dan sebagian kecil penasehat senior yang masih kerabat dekat.
Sewaktu masih di Kamakura, Yoshitsune
diberi peringatan oleh Yoritomo karena menerima kenaikan pangkat dari kaisar
tanpa seizin Yoritomo. Yoritomo melarang Yoshitsune untuk kembali ke Kamakura dan wilayah
kekuasaannya dirampas. Pada 9 Juni 1185, Yoshitsune diperintahkan untuk kembali
ke Kyoto dengan membawa Taira no Shigehira, Taira
no Munemori serta putranya kembali ke Kyoto.
Tentang kekecewaannya terhadap Yoritomo, Yoshitsune berpidato di hadapan para
pasukan, "Untuk semua yang dendam dengan Yoritomo, kamu harus berpihak
padaku." Ucapan Yoshitsune ini disampaikan ke Yoritomo yang menjadi berang
dan langsung menyita semua wilayah kekuasaan Yoshitsune satu demi satu. Sementara
itu, Yoritomo bertugas menghukum penggal pasangan bapak-anak Taira no Munemori
di Provinsi Ōmi, dan mengirim Taira no Shigehira ke kuil Tōdaiji yang dulu
pernah dibakar Shigehira. Sekembalinya Yoshitsune di Kyoto, Yoritomo merasa
perlu mengetahui kegiatan Yoshitsune yang waktu itu sedang berada di rumah
kediaman bernama Rokujōhorikawa. Pada bulan September 1185, Yoritomo mengutus
Kajiwara Kagesue untuk menyelidiki Yoshitsune. Seperti pernah dilakukan
terhadap Minamoto no Yoshinaka, kali ini Yoritomo memerintahkan Yoshitsune untuk
membunuh pamannya sendiri, Minamoto no Yukiie yang berpihak pada Yoshinaka. Yoshitsune
menolak perintah Yoritomo karena sedang sakit karena terlalu lelah bertempur
dan tidak mau membunuh sesama Minamoto.
Di bulan
berikutnya (Oktober 1185), Yoritomo memutuskan untuk menghabisi Yoshitsune. Yoritomo
mengirim prajuritnya yang bernama Tosanobō Shōshun ke Kyoto. Pada 17 Oktober 1185, Tosanobō Shōshun
dan sekitar 60 prajurit berkuda datang menyerbu ke rumah kediaman Yoshitsune di
Horikawa. Minamoto no Yukiie yang berpihak pada Yoshitsune sudah menantikan
kedatangan mereka dan penyerbuan berakhir dengan kekalahan pihak penyerang. Tosanobō
Shōshun malah berhasil ditawan dan mengaku bahwa mereka hanya menjalankan perintah
Yoritomo. Sementara itu, sang paman, Minamoto no Yukiie dan pengikutnya juga
ikut menyatakan perang untuk menggulingkan Yoritomo. Yukiie dan pengikutnya
sekali lagi berhasil mendapat restu dari Kaisar Go-Shirakawa untuk
menyingkirkan Yoritomo. Tanggal 24 Oktober 1185 ternyata bertepatan dengan
upacara agama Buddha (Hōyō) untuk memperingati hari meninggalnya ayah Yoritomo
dan Yoshitsune. Pengikut klan Minamoto banyak yang berkumpul di kediaman
Yoritomo di Kamakura
untuk mengikuti upacara, dan sangat sedikit pengikut Yukiie yang setuju dengan
rencana penyerangan terhadap Yoritomo. Keadaan makin bertambah buruk karena
setelah itu kaisar mengeluarkan perintah untuk membunuh Yoshitsune.
Pada 29 Oktober 1185,
Yoritomo memimpin pasukan untuk menghabisi Yoshitsune. Setelah mendengar
rencana penyerangan pasukan Yoritomo, Yoshitsune merencanakan pergi ke Kyushu
dan menggalang kekuatan di sana.
Ketika pasukan Yoritomo sudah menyeberangi Sungai Kisegawa di Provinsi Suruga
pada 1 November 1185, Yoshitsune dan pasukan meninggalkan Kyoto untuk bergabung dengan klan Kikuchi di
Kyushu. Armada kapal Yoshitsune berangkat menuju Kyushu dari Pelabuhan Ōmonoura,
Provinsi Settsu (sekarang kota Amagasaki). Di tengah perjalanan, kapal-kapal
Yoshitsune tenggelam dihantam badai. Kapal-kapal yang tersisa terpaksa kembali
di Provinsi Settsu dan rencana melarikan diri ke Kyushu
menjadi batal. Sementara itu, Kaisar Goshirakawa pada 11 November 1185 mengeluarkan
perintah penangkapan atas Yoshitsune dan Yukiie dan keduanya dalam status buron
di semua provinsi. Keinginan Yoritomo untuk menangkap Yoshitsune begitu besar
hingga mengutus Hōjō Tokimasa ke Kyoto
untuk berunding supaya diberi kekuasaan untuk mengerahkan semua shugo dan jitō
di semua provinsi untuk menangkap Yoshitsune.
Yoshitsune dan pengikutnya
semakin terdesak, dan bersembunyi di kuil di Pegunungan Yoshino bersama
selirnya, Shizuka Gozen. Tempat persembunyian mereka berhasil diketahui dan
Yoshitsune diserang. Penyerbuan ini berakibat pada tertangkapnya Shizuka Gozen,
namun Yoshitsune berhasil melarikan diri dan meminta perlindungan kepada
Fujiwara no Hidehira. Sebagai buronan, Yoshitsune berhasil lepas dari berbagai
usaha penangkapan. Yoshitsune meneruskan perjalanan hingga sampai di Provinsi
Mutsu dan bersembunyi di Hiraizumi. Menurut legenda, perjalanan Yoshitsune dan
pengikutnya menuju Provinsi Mutsu dilakukannya lewat rute Hokurikudō (pulau Honshu sisi Laut Jepang) sambil menyamar di antara
rombongan Yamabushi yang meminta sumbangan bagi pembangunan kembali kuil Tōdaiji.
Fujiwara no
Hidehira kuatir dengan kekuatan militer Yoritomo yang terus bergerak ke arah
barat Kanto sampai ke Provinsi Mutsu dengan alasan untuk menghabisi Yoshitsune.
Hidehira bermaksud menjadikan Yoshitsune sebagai shogun untuk menumbangkan
pemerintah Kamakura
pimpinan Yoritomo, tapi tidak sempat karena lebih dulu meninggal pada 29 Oktober
1187. Putra pewaris Hidehira, Fujiwara no Yasuhira berhasil ditekan Yoritomo
untuk mau bekerja sama menghabisi Yoshitsune. Yasuhira melanggar wasiat sang
ayah agar melindungi Yoshitsune dan membunuh adiknya sendiri, Fujiwara no
Yorihira yang merupakan sahabat dekat dan pelindung Yoshitsune. Cerita lain
mengatakan bukan Fujiwara no Yorihira yang dibunuh, melainkan Fujiwara no
Tadahira. Pada 30 April 1189, sekitar 500 pasukan berkuda menyerang Yoshitsune
yang hanya dilindungi belasan pasukan berkuda. Pada waktu diserang, Yoshitsune
sedang berada di tempat bernama Koromogawa no tachi yang merupakan wilayah
Fujiwara no Motonari (sekarang tempat ini disebut kota Ōshū). Dalam keadaan terkepung pasukan
Hidehira, Yoshitsune sama sekali tidak berniat melawan, dan malah mengunci diri
di ruang altar keluarga (jibutsudō). Setelah membunuh istri dan anak
perempuannya yang masih berusia 4 tahun, Yoshitsune bunuh diri. Yoshitsune
meninggal di usia 31 tahun.
Potongan kepala
Yoshitsune dikirim ke Kamakura
dengan dikawal adik Fujiwara no Yasuhira yang bernama Fujiwara no Takahira. Perjalanan
ke Kamakura memakan waktu 43 hari, dan berdasarkan identifikasi potongan kepala
oleh Wada Yoshimori dan Kajiwara Kagetoki, bisa dipastikan potongan kepala
tersebut adalah milik Minamoto no Yoshitsune.
Menurut legenda, potongan
kepala Yoshitsune dikuburkan dan dipuja di kuil Shirahata yang terletak di Fujisawa. Di kuil
tersebut sekarang masih bisa dijumpai sumur tempat mencuci potongan kepala
Yoshitsune.
Yoshitsune
memiliki 5 kakak laki-laki dan 1 adik laki-laki. Tiga orang kakak Yoshitsune
merupakan kakak tiri dari lain ibu, secara berturut-turut: Yoshihira, Yoritomo,
dan Noriyori. Ibu kandung Yoshitsune bernama Tokiwa Gozen. Selain Yoshitsune, Tokigawa
Gozen masih memiliki 2 orang putra lagi yang bernama Ano Zenjō dan Gien. Kedua
kakak Yoshitsune ini hidup sebagai biksu. Setelah menikah dengan suami kedua (Ichijō
Naganari), Tokiwa Gozen melahirkan seorang putra bernama Ichijō Yoshinari.
Istri sah
Yoshitsune adalah putri dari Kawagoe Shigeyori, sedangkan selirnya bernama
Shizuka Gozen yang berprofesi sebagai Shirabyoshi. Keturunan Yoshitsune
semuanya terdiri dari 3 orang putra, 2 orang putri. Satu-satunya putra
Yoshitsune dengan Shizuka Gozen meninggal karena dibuang segera setelah
dilahirkan di Yuigaura, Kamakura.
Selama berada di
Provinsi Mutsu dan sebelum berselisih dengan Yoritomo, Yoshitsune sempat
menikah dengan seorang wanita dan dikaruniai seorang anak perempuan. Putri
Yoshitsune ini menikah dengan Minamoto no Aritsuna dari Izu (cucu Minamoto no
Yorimasa dari klan Minamoto Settsu).
Sampai sekarang
belum ditemukan lukisan potret Yoshitsune yang digambar oleh pelukis dari zaman
yang sama. Berdasarkan bukti helm dan mantel tempur yang sekarang disimpan di
kuil Ōyamazumi, tinggi badan Yoshitsune diperkirakan sekitar 150 cm.
Kisah Heike
Monogatari mulai dikumpulkan tidak lama setelah Yoshitsune meninggal. Di dalam
kisah ini, penampilan Yoshitsune digambarkan dengan teliti, di antaranya "pria
berperawakan kecil, berkulit putih, dengan gigi sedikit tonggos". Penulis
Heike Monogatari mungkin sengaja ingin mendiskreditkan sosok Yoshitsune, atau
penilaian publik terhadap Yoshitsune pada waktu itu tidak terlalu baik. Dalam
cerita lain mengenai Yoshitsune, Gikeiki (Kisah Yoshitsune), penampilan
Yoshitsune justru sama sekali tidak disebut-sebut. Dalam cerita Heiji
Monogatari, ibu kandung Yoshitsune (Tokigawa Gozen) digambarkan sebagai wanita
yang luar biasa cantik pada zaman itu, sehingga dijadikan istri simpanan
Minamoto no Yoshitomo (ayah Yoshitsune). Di dalam Heiji Monogatari, ayah Yoshitsune
juga digambarkan sebagai pria tampan berpenampilan dingin.
Di zaman Edo, kisah Yoshitsune mulai banyak dipentaskan sebagai
naskah kabuki dan sarugaku. Yoshitsune selalu ditampilkan sebagai pria tampan, dan
sejak itu pula citra Yoshitsune sebagai pria tampan melekat hingga sekarang.
Yoshitsune terus
dikenang orang sebagai ahli strategi berperang yang ulung namun harus mati
dengan tragis. Orang Jepang mengungkapkan simpati kepada pihak yang lemah
dengan mengambil contoh nasib Yoshitsune. Istilah Hōgan biiki berasal dari kata
Hōgan yang digunakan untuk menyebut posisi yang diberikan Kaisar Go-Shirakawa
kepada Yoshitsune. Perjalanan hidup Yoshitsune sering dikisahkan banyak orang, dan
terus ditambah-tambah hingga menjadi cerita fiksi atau legenda. Kisah
kepahlawanan Yoshitsune akhirnya menjadi lebih hebat dari kisah kehidupan yang
sebenarnya.
Di antara legenda
Yoshitsune yang paling terkenal adalah adegan duel antara Yoshitsune dengan
Musashibō Benkei di Jembatan Gojō. Selain itu terdapat kisah Yoshitsune belajar
seni berperang dari buku seni berperang Tiongkok, Liu tao dan San lue yang
didapatnya dari hasil mencuri bersama Putri Minatsuru, anak dari Kiichi Hōgen
seorang ahli Onmyōdō. Sementara itu, Musashibō Benkei terkenal dengan kisah
Pertempuran Koromogawa. Benkei mempertahankan jembatan menuju istana melawan
ratusan prajurit supaya Yoshitsune yang ada di dalam bisa melakukan bunuh diri.
Peristiwa kematian Benkei dikenal dengan sebutan Benkei no Tachi Ōjō, karena
Benkei tewas sambil terus berdiri dengan kaku. Kisah-kisah seperti ini mulai
diceritakan orang di zaman Muromachi atau sekitar 200 tahun sesudah kematian
Yoshitsune dalam cerita berjudul Gikeiki (Kisah Yoshitsune). Yoshitsune
dikatakan banyak membaca buku kunci (tora no maki) dalam seni berperang seperti
Liu tao sehingga bisa menang dalam Perang Genpei.
Simpati rakyat
terhadap Yoshitsune melahirkan kisah-kisah bahwa Yoshitsune tidak tewas di
Koromogawa. Yoshitsune berhasil menyelamatkan diri dan lari ke negeri di
sebelah utara. Salah satu Otogizōshi asal zaman Muromachi yang berjudul Onzōshi
shimawatari dijadikan model untuk Legenda perjalanan Yoshitsune ke negeri utara.
Dalam cerita Onzōshi shimawatari, Yoshitsune yang masih remaja dan belum jadi
musuh Yoritomo, pergi menyeberang ke Watarijima (sebutan untuk Hokkaido sekarang). Di
tengah perjalanan, Yoshitsune bertemu dengan berbagai macam monster dan makhluk
mengerikan. Sejalan dengan bertambahnya pengetahuan orang Jepang pada waktu itu
tentang Suku Ainu, para pencerita keliling menambah-nambah kisah Onzōshi
shimawatari. Cerita tersebut akhirnya berubah menjadi legenda Yoshitsune
melarikan diri ke Hokkaido dan menjadi raja
Suku Ainu di sana.
Di antara berbagai
kisah pelarian Yoshitsune ke negeri utara, legenda Yoshitsune menjadi Jenghis
Khan adalah legenda yang paling aneh di Jepang. Legenda ini didasarkan pada
beberapa kebetulan. Yoshitsune diduga bunuh diri pada tahun 1189, sedangkan
nama Jenghis Khan pertama kali disebut-sebut dalam buku sejarah Tiongkok di sekitar
tahun 1200. Dalam legenda Yoshitsune adalah Jenghis Khan, Yoshitsune melarikan
diri ke Hokkaido
dan menyeberang ke daratan Tiongkok. Di dataran Mongolia,
Yoshitsune menjadi pemersatu berbagai suku Mongolia dan diangkat sebagai
Jenghis Khan.
Asal-usul kisah
ini adalah lambang Jenghis Khan yang mirip dengan lambang klan yang disebut
Sasarindō pada bendera klan Minamoto. Aksara kanji untuk menuliskan nama
Minamoto no Yoshitsune, bila dibaca seperti membaca aksara hanzi berbunyi "Gengikei"
yang agak terdengar seperti "Jenghis". Legenda ini memang tidak
didasarkan bukti-bukti yang bisa dipercaya. Lambang Sasarindō hanya dipakai
klan Minamoto (Murakami Genji), sedangkan Yoshitsune walaupun menyandang nama
Minamoto, berasal dari klan Seiwa Genji yang tidak memakai lambang klan
Sasarindō. Walaupun Jenghis Khan diketahui memiliki tahun lahir yang berbeda-beda,
Jenghis Khan berasal dari garis keturunan yang jelas dan tidak ada hubungannya
dengan Yoshitsune.
Legenda Jengis
Khan adalah Yoshitsune dibuat orang Jepang yang mulai melihat ke utara pada
zaman Edo. Pada waktu itu juga beredar cerita
palsu tentang Kaisar Qianlong asal Dinasti Qing yang mengaku "nenek
moyangnya adalah keturunan klan Minamoto, namanya Yoshitsune. Aksara kanji
untuk 'Qing' berasal dari aksara kanji yang digunakan untuk menulis nama Kaisar
Seiwa." Lebih jauh lagi menurut dokumen palsu berjudul Kinshi Beppon (Buku
Lain Sejarah Dinasti Jin) yang merupakan karangan orang Jepang,[2] Minamoto no
Yoshitsune merupakan salah satu jenderal Dinasti Jin.
Sumber:
Wikipedia
|
Kasih ibu…
kepada beta,
Tak
terhingga sepanjang masa,
Hanya
memberi tak harap kembali,
Bagai sang
surya menyinari dunia…
Aku benci ibuku! Entah kenapa perasaan ini selalu ada dalam hatiku. Aku benci Ibuku! Demi Tuhan! Aku menyesal kenapa harus
lahir dari ibu yang bermata satu, jika aku dapat berbicara dengan Tuhan, aku
ingin negosiasi ulang dengan-Nya untuk menghidupkanku dari rahim yang lain,
tapi sayangnya, semua itu tak bisa.
Aku benci Ibuku! Aku juga menyesali Ayah yang mati dini,
meninggalkankanku seorang diri bersama Dajjal Perempuan yang harus ku sebut
Ummi. Ayah mati tanpa meninggalkan apapun untuk kami -aku dan ibu. Aku tak
pernah tahu seperti apa rupa Ayahku, dan aku tak pernah mau tahu tentang hal itu.
Yang aku tahu sejak kematian Ayah, ibu bekerja serabutan, mencuci pakaian
tetanggga, kuli upah atau sebagainya, yang semua hasilnya ia berikan untuk
makan dan biaya sekolahku.
Tapi aku tak pernah peduli, aku tetap benci Ibuku!
Aku muak dengan kemiskinan ini, aku bersumpah
dalam hati, jika aku lulus SD nanti, aku akan ke Jakarta,
ikut Paman bekerja di sana.
Bekerja apa saja, asal aku tetap bisa sekolah dan jadi kaya raya.
Aku bersumpah untuk mewujudkan sumpah tersebut!
***
Kejadian
ini terjadi sewaktu aku bersekolah dasar kelas enam semester dua di sebuah SD
swasta di Kabupaten Pamekasan. Pagi itu ibu mendatangiku ke sekolah. Padahal
aku sudah melarangnya sejak dulu, bahwa jangan pernah sekali – kali datang ke
sekolah.
Tapi hari itu dia benar-benar datang. Dengan senyum manis mengembang ia memasuki kelasku,
ditangannya ada rantang kecil berisi bekal makan siangku. Ketika ibu memasuki
kelas, seluruh teman – temanku ketakutan melihat wajah ibu. Wajah ibu yang buruk
rupa dan hanya memiliki satu mata. Wajahku merah padam. Aku malu luar biasa
ketika ibu menghampiriku dan menyodorkan rantang kecil itu padaku,
“Nak, bekal makan siangmu ketinggalan, ini ibu antarkan”,
ujarnya.
Aku menatapnya tajam, tanganku merampas rantang itu dari
genggamannya, lalu membangtingnnya ke lantai hingga isinya berhamburan.
Sekarang, ibu yang yang menatapku tajam, seolah-olah ia tak percaya bahwa di
depannya adalah anak laki-laki yang paling di sayanginya.
Ia schok dan tak mampu berkata apa-apa. Yang ia
lakukan hanyalah membereskan isi bekal yang berhamburan itu, lalu keluar dari
kelas dengan wajah penuh linangan air mata, ya, air mata yang mengalir dari
satu mata. Sejak saat itu aku jadi bahan olokan teman-teman sekelas, mereka
mengejekku sebagai anak Dajjal,
“Wahid, ternyata benar dugaanku, kamu itu anak Dajjal”
ejek Erwin cs, sontak seluruh siswa di kelas menyorakiku, tanpa terkecuali,
“Wahid, anak Dajjal! Wahid, anak Dajjal!".
Aku tak bisa berbuat apa-apa, tidak ada yang berempati
padaku, aku hanya bisa menangis sejadi-jadinya hingga mereka lelah mengejekku.
Air mata tangis itu menyiram akar pohon kebencian dalam hatiku, pohon kebencian
pada ibu yang bermata satu.
***
Lulus
SD, aku langsung hengkang ke Jakarta
bersama Paman, di hari keberangkatanku, ibu raib entah kemana, ah… persetan
dengannya! Untuk apa aku menunggunya? Apa aku harus sungkem pada orang yang
membuat hidupku yang baru dua belas tahun ini menanggung malu?
Atau aku harus sujud di bawah kaki budukan dan kasar
milik ibu? Itu tak mungkin.
Hari ini adalah hari kemerdekaanku, merdeka dari
penjajahan mahluk buruk rupa bermata satu yang selama dua belas tahun ini
kupanggil ibu. Aku tak ingin hari bersejarah ini ternoda oleh si mata satu itu.
Ketika aku menaiki mobil Paman, ada seseorang yang
memandangiku dari kejauhan dengan air mata yang mengalir di pipinya, wajah
bermata satu itu bergumam…
“Wahid… jangan pergi nak…”,
Sebuah rintihan yang tak pernan terdengar oleh telinga.
***
Itu kejadian 20 tahun yang lalu, sekarang umurku sudah
menginjak angka 33, aku telah memiliki segalanya, seorang istri yang kucintai,
dua jagoan kecil belahan hati, rumah mewah, mobil mentereng dan pundit-pundi
rupiah di rekeningku yang semakin menggendut.
Sekarang aku kaya raya. Menjadi seorang direktur
perusahaan energi kelas nasional membuat semua mimpiku jadi nyata,
“Tuan, ada surat
buat Tuan”, Satpam rumah menyodorkan sebuah amplop kepadaku.
“Dari siapa?”, tanyaku.
“Tidak tahu tuan, orang yang mengantarkan surat ini hanya menitip pesan, bahwa tuan harus datang”, Aku jadi
penasaran, ku ambil amplop itu, “Ya sudah, sana kembali kerja”.
Satpam itu berlalu, kembali ke pos kerjanya di pagar
rumah, aku membuka amplop itu, ternyata isinya adalah undangan reuni dari
almamater SD-ku dulu, disitu tertulis, bahwa reuni ini adalah reuni terakhir
sebelum sekolah itu benar – benar di ratakan.
***
Tanpa
sepengetahuan istriku, aku berangkat sendiri menghadiri reuni itu, aku ingin
membuktikan pada mereka yang dulu mengejekku, bahwa yang mereka ejek sekarang
adalah seorang eksekutif kaya raya.
Ketika aku sampai di bangunan tua itu, semua mata
memandangku takjub. Bagaimana tidak? Hanya aku alumni yang menunggang sedan dan
mengenakan jas resmi milik para eksekutif.
“Wahid?”, seseorang menyapaku.
“Maaf, anda siapa?”, tanyaku.
“Wahid, ini aku Fajar sepupumu”.
Aku menatap orang ini dalam-dalam, Fajar? Melihat
eksperesi wajahku yang tak jelas, ia langsung menghambur memelukku, aku hanya
diam saja diperlakukan seperti itu, Fajar melepas pelukannya, “Wahid, aku sudah
lama menunggu kesempatan ini, amanat ini harus di tunaikan, kamu harus pulang
ke rumahmu sekarang”.
“Apa maksudmu?”
“Yang penting kamu harus ke rumahmu sekarang juga!”
Fajar tersenyum padaku, lalu beranjak meninggalkanku. Ada apa sebenarnya? Tanpa ba-bi-bu, aku
meninggalkan tempat itu, dan bergegas menuju rumah.
***
Bangunan tua ini sedah tak bisa di sebut rumah lagi,
isinya kotor penuh debu, kemana gerangan mahluk buruk rupa itu? Aku memasuki
kamar ibu, kudapati kamar yang berantakan, kemana ibu? Sudah 20 tahun ku
tinggalkan, ah… ibu.
Di kasur kusam tipis milik ibu, kudapati sebuah foto
usang, dalam foto itu terlihat seorang laki-laki yang menggendong bayi berdiri
di sebelah ranjang tempat ibu berbaring, tapi ada yang aneh… siapa laki-laki
itu? Dan… siapa bayi yang digendongnya? Di
balik foto itu ada sebuah tulisan,
wahid, jika kau menemukan foto ini, bukalah laci di
dalam lemari ibu…
Bergegas ku buka lemari tua tempat ibu menyimpan
beberapa helai baju, ku buka laci yang dimaksud ibu, kutemukan selembar kertas
berisi tulisan tangan ibu…
Kepada putraku,
Wahid, yang paling ibu sayangi.
Nak, di hari-hari terakhir hembusan nafas ibu, tiada
hentinya ibu selalu berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, agar engkau anakku,
selalu dalam rahmat, kasih sayang dan perlindungan Tuhan. Nak, mungkin ketika
surat ini engkau baca, ibumu ini telah tiada, mungkin ibu telah di panggil
Tuhan untuk selamanya…
Wahid anakku,
Ibu hanya ingin bercerita, jika kau lihat foto di atas
kasur ibu, kau akan tahu rupa ayahmu, ketika kau lahir, ayah dan ibu sangat
bahagia, karena kau anakku adalah cahaya diantara gelap gulitanya kehidupan
dunia. Tapi sayang… kau lahir dengan satu kelainan, kau hanya memiliki satu
mata…
Ayahmu pontang-panting mencari uang untuk membayar
orang yang akan mendonorkan matanya kepadamu, tapi Tuhan berkehendak lain,
ayahmu yang hanya kuli bangunan itu jatuh dari lantai empat tempat kerjanya dan
tewas seketika…
Terdorong naluri sebagai seorang ibu, yang ingin
melihat anaknya dapat melihat dengan sempurna keindahan berjuta warna ciptaan
Tuhan, maka…
Ibu donorkan sebelah mata ibu untukmu.
Untukmu…
Wahid anakku…
Air mataku meleleh, merembes membasahi jas eksekutif
yang selama ini aku bangga-banggakan, aku remas surat itu, tak sanggup lagi kubaca bait-bait
kata yang di lantunkan ibu, sesaat terbayang wajah ibu yang tersenyum manis di
sekolah waktu itu, seketika isi kepala ku kosong, gelap dan…
Untuk
pertama kalinya, dari dalam lubuk hatiku… aku merasakan rasa rindu,
Rasa
rindu padamu,
Ibu…
Muhammad Syaifulloh
Jakarta, 29 November 2011
entah apa yang
bisa kulukiskan,
entah apa yang bisa
kutuliskan,
untuk menggambar
dan menceritakan
tentang kasih
sayangmu,
ibu…
|